Sleman – Suasana berbeda terasa di Lapas Narkotika Kelas IIA Yogyakarta pada Sabtu (12/07), saat ratusan Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) berkumpul di aula utama untuk mengikuti sebuah kegiatan talkshow inspiratif yang mengangkat tema "Menjadi Lebih Baik dan Diterima Kembali".
Kegiatan ini menghadirkan dua narasumber utama, yakni Jatu Anggraini, yang merupakan dosen Fakultas Psikologi Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) sekaligus anggota Ikatan Konselor Adiksi Indonesia (IKAI) DIY, serta Heryananto, pendiri Majelis Istiqomah Hijrah, yang juga merupakan mantan warga binaan di Lapas Narkotika Yogyakarta.
Talkshow dibuka oleh Kepala Lapas Narkotika Yogyakarta, Porman Siregar, yang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari program pembinaan kepribadian yang menekankan pentingnya pemulihan motivasi hidup, dukungan sosial, dan semangat perubahan bagi para WBP.
“Setiap individu memiliki kesempatan untuk berubah. Melalui talkshow ini, kami ingin menghadirkan inspirasi nyata bahwa proses pembinaan bukanlah akhir, tetapi awal dari kehidupan baru yang lebih baik,” ujar Kalapas.
Dalam paparannya, Jatu Anggraini membahas secara mendalam tentang peran keluarga dalam proses reintegrasi sosial WBP. Ia menekankan bahwa dukungan dari orang terdekat, terutama keluarga, sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam menjalani kehidupan pasca-pembebasan.
“Tidak cukup hanya dengan menyelesaikan masa pidana. Kembali ke masyarakat membutuhkan dukungan emosional yang kuat. Di sinilah keluarga berperan sebagai pendorong pemulihan psikologis,” jelas Jatu.
Ia juga menambahkan bahwa stigma masih menjadi tantangan besar, namun dapat dilawan dengan keteladanan perilaku baru yang positif dari mantan WBP. Menurutnya, perubahan akan lebih mudah diterima jika dimulai dari lingkungan keluarga yang menerima dan mendampingi secara aktif.
Sementara itu, Heryananto, membagikan kisah hidupnya secara langsung untuk menggugah semangat para WBP dalam berubah. Ia adalah mantan narapidana yang dibebaskan dari Lapas Narkotika Yogyakarta pada tahun 2017. Setahun setelah bebas, bersama Catur Andriyana, salah satu pegawai pembinaan kepribadian Lapas, ia mendirikan Majelis Istiqomah Hijrah—sebuah wadah pembinaan rohani dan moral bagi para mantan WBP agar tetap istiqomah dalam kebaikan setelah keluar dari Lapas.
“Saya tahu betul bagaimana rasanya ketika keluar dari Lapas dan menghadapi dunia luar yang tak sepenuhnya menerima. Tapi saya juga tahu bahwa perubahan itu mungkin. Saya berdiri di sini sebagai bukti hidup bahwa WBP bisa berubah, diterima, dan bahkan bermanfaat bagi orang lain,” tutur Heryananto, disambut tepuk tangan hangat dari para WBP.
Dalam penyampaiannya, Heryananto mengajak seluruh peserta untuk menanamkan niat hijrah yang sungguh-sungguh, serta mempersiapkan mental dan spiritual sejak dini, agar ketika kembali ke tengah masyarakat, mereka mampu menjaga keistiqomahan dan menjauh dari lingkungan yang berpotensi membawa mereka kembali ke jalan kelam.
Kegiatan semakin bermakna dengan kehadiran keluarga WBP secara daring, yang tampak mengikuti dengan seksama melalui layar Zoom. Momen ini menjadi pengikat emosional yang kuat antara WBP dan keluarga.
Kegiatan berlangsung interaktif dan penuh semangat, diselingi sesi tanya jawab dan sharing pengalaman antar peserta. Beberapa WBP pun mengaku terharu dan termotivasi oleh kisah nyata narasumber yang dulunya berada dalam posisi yang sama seperti mereka.
Talkshow ditutup dengan doa bersama dan harapan agar kegiatan ini mampu menjadi titik balik semangat perubahan, serta memperkuat keyakinan para WBP bahwa masa depan lebih baik adalah sesuatu yang dapat diraih, dengan usaha, doa, dan dukungan dari lingkungan sekitar.
